Barzanji / Burdah
“Barzanji” adalah syair bermakna religius yang ditulis dalam bahasa Arab dan dilantunkan secara melodik. Syair yang bernama lengkap Iqa al-Kawar fī Mawlid al-Nabiy al-Azhar ini memuji kelahiran dan kehidupan Nabi Muhammad SAW. Di Indonesia buku yang berisi beberapa karya syair ini juga disebut dengan nama Kitab al-Barzanji atau hanya Barzanji, dan terutama bagian “Burdah” dan “Asrakal” sering dilantunkan pada kesempatan syukuran atau hari raya.
Di Kampung Pegayaman di Kabupaten Buleleng, di Pulau Bali bagian utara, Kampung Sarenjawa di Kabupaten Karangasem Timur, dan Kampung Loloan di Kabupaten Jembrana Barat, Barzanji ini dilantunkan di dalam masjid pada Hari Raya Maulid yang merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Di dalam penampilan tersebut, terutama ketika membawakan syair “Burdah”, para pelantun menepuk rebana besar sambil bervokal. Rebana tersebut lebih besar dan bersuara rendah dibandingkan jenis rebana lain yang digunakan untuk genre kesenian lain. Suara rebana yang ditepuk berbarengan itu terkesan khidmat dan mendalam. Lantunan Barzanji itu sendiri, dengan iringan rebana maupun tidak, digunakan luas di wilayah lain di Indonesia, namun di Bali hanya syair “Burdah” yang diiringi rebana. Beberapa pelantun mengatakan bahwa syair “Burdah” lebih sulit dilantunkan daripada bagian syair-syair yang lain. Karena itu, kesenian ini ditampilkan hanya di kampung yang terbatas. Di kampung Nyuling, di Pulau Bali bagian timur, pernah ada tradisi melantunkan “Burdah” tetapi telah lama tidak dibawakan lagi. Juga, di kampung Kepaon, di bagian selatan Kota Denpasar, “Burdah” dibawakan pada beberapa tahun yang lalu, namun kini telah tidak diteruskan lagi.
Di Kampung Pegayaman di Kabupaten Buleleng, di Pulau Bali bagian utara, Kampung Sarenjawa di Kabupaten Karangasem Timur, dan Kampung Loloan di Kabupaten Jembrana Barat, Barzanji ini dilantunkan di dalam masjid pada Hari Raya Maulid yang merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Di dalam penampilan tersebut, terutama ketika membawakan syair “Burdah”, para pelantun menepuk rebana besar sambil bervokal. Rebana tersebut lebih besar dan bersuara rendah dibandingkan jenis rebana lain yang digunakan untuk genre kesenian lain. Suara rebana yang ditepuk berbarengan itu terkesan khidmat dan mendalam. Lantunan Barzanji itu sendiri, dengan iringan rebana maupun tidak, digunakan luas di wilayah lain di Indonesia, namun di Bali hanya syair “Burdah” yang diiringi rebana. Beberapa pelantun mengatakan bahwa syair “Burdah” lebih sulit dilantunkan daripada bagian syair-syair yang lain. Karena itu, kesenian ini ditampilkan hanya di kampung yang terbatas. Di kampung Nyuling, di Pulau Bali bagian timur, pernah ada tradisi melantunkan “Burdah” tetapi telah lama tidak dibawakan lagi. Juga, di kampung Kepaon, di bagian selatan Kota Denpasar, “Burdah” dibawakan pada beberapa tahun yang lalu, namun kini telah tidak diteruskan lagi.
|
|