Pegayaman
Kampung Pegayaman terletak di dalam Kabupaten Buleleng, di Pulau Bali bagian utara. Dari kampung tersebut, sekitar 10 km ke arah selatan, terdapat sebuah tujuan wisata di sisi danau di atas bukit, yaitu Bedugul, yang pernah menjadi wilayah Kerajaan Mengwi. Konon, leluhur orang-orang Kampung Pegayaman adalah tentara yang bertugas menjaga daerah perbatasan antara Kerajaan Buleleng dan Kerajaan Mengwi. Kini banyak penduduk setempat yang menjadi petani kopi dan cengkeh, memanfaatkan air gunung yang berkualitas bagus.
Asal-usul penduduk Kampung Pegayaman adalah orang Jawa dan orang Bugis. Dalam sejarahnya, peran administrasi sering ditangani oleh warga keturunan Jawa, sedangkan peran pembimbing agama sering diemban oleh warga keturunan Bugis.
Masyarakat dan budaya tradisional Kampung Pegayaman telah diteliti oleh beberapa antropolog, seperti Frederick Barth dan Erni Budiwanti, yang hasil penelitian mereka telah diterbitkan.
Asal-usul penduduk Kampung Pegayaman adalah orang Jawa dan orang Bugis. Dalam sejarahnya, peran administrasi sering ditangani oleh warga keturunan Jawa, sedangkan peran pembimbing agama sering diemban oleh warga keturunan Bugis.
Masyarakat dan budaya tradisional Kampung Pegayaman telah diteliti oleh beberapa antropolog, seperti Frederick Barth dan Erni Budiwanti, yang hasil penelitian mereka telah diterbitkan.
Kesenian Pegayaman
Di Kampung Pegayaman terdapat kesenian tradisional, yaitu “burdah” dan “rudat”. Pada malam dan pagi Hari Raya Maulid Nabi dilantunkan burdah (syair pujian Nabi dalam bahasa Arab) dengan iringan rebana yang berukuran besar. Pada saat seperti ini kadang-kadang salah satu penari lelaki maju di dalam lingkaran pemain dan menari secara spontan. Pada masa lampau sering terdapat dua penari yang menari bersama, tetapi ketika saya mendatangi acara tersebut pada tahun 2010, hanya ada satu orang penari yang bergerak seperti gaya silat yang disesuaikan menjadi lebih halus.
Pada hari pertama Maulid Nabi, warga Kampung Pegayaman mempersiapkan “sokok base” yang dihiasi dengan daun sirih, sedangkan pada hari kedua mereka membuat “sokok talu”, yaitu sebuah gunungan yang dihiasi dengan telur dan kertas berwarna-warni.
Pada pagi hari Maulid Nabi, setelah kelompok kesenian rudat mendatangi rumah warga satu per satu dengan persembahan tari dan vokal, sokok dibawa ke masjid kampung. Ikat daun sirih dan telur yang dipakai sebagai hiasan dilepas dan dibagikan kepada warga sebagai hadiah keberuntungan.
Pada hari kedua Maulid Nabi digelar pawai sokok yang berwarna-warni yang berjalan bersama penari-penari rudat dan rebana untuk burdah beserta band mars anak-anak, sedangkan di lapangan kampung diadakan pentas rudat dan peragaan puncak silat.
Pada hari pertama Maulid Nabi, warga Kampung Pegayaman mempersiapkan “sokok base” yang dihiasi dengan daun sirih, sedangkan pada hari kedua mereka membuat “sokok talu”, yaitu sebuah gunungan yang dihiasi dengan telur dan kertas berwarna-warni.
Pada pagi hari Maulid Nabi, setelah kelompok kesenian rudat mendatangi rumah warga satu per satu dengan persembahan tari dan vokal, sokok dibawa ke masjid kampung. Ikat daun sirih dan telur yang dipakai sebagai hiasan dilepas dan dibagikan kepada warga sebagai hadiah keberuntungan.
Pada hari kedua Maulid Nabi digelar pawai sokok yang berwarna-warni yang berjalan bersama penari-penari rudat dan rebana untuk burdah beserta band mars anak-anak, sedangkan di lapangan kampung diadakan pentas rudat dan peragaan puncak silat.