Loloan
Loloan adalah kampung Muslim yang berusia tua yang terletak di dekat daerah Negara, yaitu ibukota Kabupaten Jembrana, di Pulau Bali bagian barat. Kampung tersebut terbagi menjadi dua bagian, yaitu Loloan Barat dan Loloan Timur.
Di Kabupaten Jembrana, sejak sekitar abad ke-17, telah tinggal orang Bugis dan orang Jawa Timur. Pada abad ke-18 para imigran Melayu dari bagian timur Semenanjung Melayu atau Pulau Kalimantan datang bergabung. Saat ini penduduk Loloan lebih banyak yang berasal dari keturunan orang Melayu sehingga mereka menggunakan bahasa Melayu dalam keseharian. Di Kampung Loloan Barat kita masih bisa melihat bangunan rumah panggung tua.
Di Kabupaten Jembrana, sejak sekitar abad ke-17, telah tinggal orang Bugis dan orang Jawa Timur. Pada abad ke-18 para imigran Melayu dari bagian timur Semenanjung Melayu atau Pulau Kalimantan datang bergabung. Saat ini penduduk Loloan lebih banyak yang berasal dari keturunan orang Melayu sehingga mereka menggunakan bahasa Melayu dalam keseharian. Di Kampung Loloan Barat kita masih bisa melihat bangunan rumah panggung tua.
Kesenian Loloan
Di Kampung Loloan Timur terdapat pelbagai kesenian tradisional yang diperkirakan berasal dari budaya Melayu. Ada tari “zapin” yang ditarikan bersama iringan musik “gambus” dan permainan rebana berkelompok dengan vokal, “hadrah”, yang diperkirakan dibawa dari Pulau Jawa pada masa yang relatif baru. Zapin dan gambus merupakan tarian dan musik yang juga menjadi tradisi di wilayah lain Indonesia, seperti di Pulau Jawa dan Sumatera. Tetapi, di Pulau Bali kesenian tersebut hanya ada di daerah Jembrana.
Di Kampung Loloan Barat terdapat kesenian “burdah” yang melantunkan syair berbahasa Arab dengan iringan rebana. Dahulu kala kesenian ini sering dipentaskan pada upacara hajatan perkawinan untuk memberi pesan dan filsafat hidup bagi pasangan suami-isteri yang baru. Di antara syair burdah, juga dilantunkan “pantun”, yaitu gaya puisi tradisional di dalam budaya Melayu.
Di Kampung Loloan Barat terdapat kesenian “burdah” yang melantunkan syair berbahasa Arab dengan iringan rebana. Dahulu kala kesenian ini sering dipentaskan pada upacara hajatan perkawinan untuk memberi pesan dan filsafat hidup bagi pasangan suami-isteri yang baru. Di antara syair burdah, juga dilantunkan “pantun”, yaitu gaya puisi tradisional di dalam budaya Melayu.
In Loloan Barat, there is a tradition of burdah, an Arabic poetry recitation, in which reciters accompany themselves with large rebana. It used to be performed during wedding ceremonies and parties to tell the couple what ideal human lives should be. During the recitation of burdah, some pantun, a traditional Melayu poetry with verses consisting of four rhymed lines, is recited without instruments.