Gelgel
Kampung Gelgel adalah kampung Muslim yang berusia tua yang terletak di dekat wilayah pusat Kabupaten Klunkung, di Pulau Bali bagian tengah. Leluhur mereka diperkirakan kaum Muslim yang datang dari Pulau Jawa pada sekitar abad ke-15 dan ke-16. Pada masa itu Raja Dalem Ketut Gelesir yang berkuasa di daerah Klungkung pergi ke Pulau Jawa untuk menghadiri pertemuan para raja. Saat pulang, sang raja membawa 40 orang Muslim ke Bali dan mereka mengabdi kepada raja dengan setia.
Di dalam cerita versi lain, juga pada zaman Raja Dalem Gelesir, Raja Demak yang memimpin kerajaan Islam di Pulau Jawa mengirim utusan kepada Dalem Glesir agar masuk agama Islam. Walaupun utusan tersebut gagal membujuk raja, tetapi mereka menetap di daerah ini dan membangun kampung.
Dari kedua versi cerita tersebut dapat diperkirakan bahwa pada abad ke-15 dan ke-16 telah banyak kaum Muslim berdatangan dari Pulau Jawa dan sebagian dari mereka terus menetap di Pulau Bali hingga membentuk kampung Muslim.
Rudat Gelgel
Sebagai upacara tahunan di Kampung Gelgel, pada Hari Raya Maulid Nabi dipersembahkan “rudat” yang sangat meriah. Rudat adalah sebuah seni tari oleh kelompok lelaki dengan iringan permainan rebana dan vokal, yang hanya dipentaskan di komunitas Muslim di wilayah Bali.
Pada malam Maulid Nabi digelar pawai yang sangat meriah yang melibatkan hampir 40 orang lelaki berseragam gaya tentara, berbaris berjalan di jalan raya dengan diiringi irama rebana yang dinamis. Persembahan rudat itu dilakukan dengan gerakan gagah yang berdasarkan gerakan pencak silat, dengan formasi kelompok yang berubah-ubah melalui aba-aba peluit, membuat kita membayangkan sosok leluhur mereka yang mengabdi kepada Raja Klungkung sebagai tentara yang gagah berani pada zaman itu.
Pada malam Maulid Nabi digelar pawai yang sangat meriah yang melibatkan hampir 40 orang lelaki berseragam gaya tentara, berbaris berjalan di jalan raya dengan diiringi irama rebana yang dinamis. Persembahan rudat itu dilakukan dengan gerakan gagah yang berdasarkan gerakan pencak silat, dengan formasi kelompok yang berubah-ubah melalui aba-aba peluit, membuat kita membayangkan sosok leluhur mereka yang mengabdi kepada Raja Klungkung sebagai tentara yang gagah berani pada zaman itu.