Sindu
Kampung Sindu adalah kampung Muslim yang terletak di daerah Sidemen, di bagian bukit di Kabupaten Karangasem, di Pulau Bali bagian timur.
Konon, leluhur dari penduduk Muslim di Kampung Sindu adalah serombongan lelaki Sasak yang datang dari Pulau Lombok. Mereka yang diberikan tanah tempat tinggal dari orang-orang Griya (sebutan orang-orang berkasta Brahmana yang sering menjadi pendeta tinggi) di daerah Sidemen, masing-masing menikahi wanita setempat yang beragama Hindu sehingga terbentuk beberapa kampung oleh anak-cucunya.
Saat ini terdapat tiga kampung di daerah tersebut, yaitu Kampung Buu, Sindu, dan Puniya. Tetapi, tradisi kesenian masih dapat dilihat di Kampung Sindu saja.
Saat ini tidak ada warga yang berbicara bahasa Sasak di Kampung Sindu. Mereka hidup dengan bahasa Bali sebagamana orang Bali lain yang beragama Hindu.
Konon, leluhur dari penduduk Muslim di Kampung Sindu adalah serombongan lelaki Sasak yang datang dari Pulau Lombok. Mereka yang diberikan tanah tempat tinggal dari orang-orang Griya (sebutan orang-orang berkasta Brahmana yang sering menjadi pendeta tinggi) di daerah Sidemen, masing-masing menikahi wanita setempat yang beragama Hindu sehingga terbentuk beberapa kampung oleh anak-cucunya.
Saat ini terdapat tiga kampung di daerah tersebut, yaitu Kampung Buu, Sindu, dan Puniya. Tetapi, tradisi kesenian masih dapat dilihat di Kampung Sindu saja.
Saat ini tidak ada warga yang berbicara bahasa Sasak di Kampung Sindu. Mereka hidup dengan bahasa Bali sebagamana orang Bali lain yang beragama Hindu.
Rudat Sindu
Di Kampung Sindu terdapat tradisi “rudat”, yaitu tarian kelompok lelaki. Pada tahun 1940-an, saat Presiden RI pertama (Sukarno) mengunjungi Desa Iseh, yang terkenal dengan pemandangan yang indah di Kabupaten Karangasem, rudat Sindu diundang untuk dipentaskan di depan Bung Karno.
Di Kampung Sindu rebana yang digunakan untuk iringan rudat disebut “kendang”.
Pada mulanya mereka menggunakan 4 buah kendang, tetapi saat ini menggunakan 6 buah ditambah “kidur”, yaitu rebana berukuran lebih besar dan rendah bunyinya. Kidur yang berperan menjaga irama musik dianggap paling penting di dalam ensembel musik tersebut sehingga harus dimainkan oleh anggota yang paling pandai dan berpengalaman.
Gerakan tari rudat berdasarkan gerakan puncak silat dan pemimpin kelompok (yang disebut “komandan”) memegang keris di tangan. Tarian-tarian rudat Sindu yang ada saat ini diciptakan pada 1930-an.
Di Kampung Sindu rebana yang digunakan untuk iringan rudat disebut “kendang”.
Pada mulanya mereka menggunakan 4 buah kendang, tetapi saat ini menggunakan 6 buah ditambah “kidur”, yaitu rebana berukuran lebih besar dan rendah bunyinya. Kidur yang berperan menjaga irama musik dianggap paling penting di dalam ensembel musik tersebut sehingga harus dimainkan oleh anggota yang paling pandai dan berpengalaman.
Gerakan tari rudat berdasarkan gerakan puncak silat dan pemimpin kelompok (yang disebut “komandan”) memegang keris di tangan. Tarian-tarian rudat Sindu yang ada saat ini diciptakan pada 1930-an.